Minggu, 15 Juni 2008

Hanya Satu Kata: Berdamai


Konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ”jilid kesekian” telah memasuki babak yang cukup menentukan, yaitu keluarnya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa pemberhentian sementara terhadap Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB tidak sah karena dinilai bertentangan dengan AD/ART partai.

Menurut majelis hakim yang diketuai Suharto, pemberhentian sementara terhadap Muhaimin Iskandar tidak termasuk dalam kategori yang dituliskan dalam AD/ART,yaitu tidak aktif selama enam bulan, tidak aktif dalam partai lain, dan tidak ada peringatan sebelumnya.Pemberhentian sementara Muhaimin Iskandar yang tertuang dalam SK 0375/DPP- 02/IV A 1/IV/2008 itu bertentangan dengan ART PKB Pasal 22.Seharusnya proses pemberhentian terlebih dahulu diberi peringatan sebanyak tiga kali dalam rentang waktu satu bulan.

Gus Dur (GD) pun langsung menuding bahwa ada intervensi dari Istana berkaitan dikabulkannya gugatan Muhaimin itu. GD menduga ada kepentingan untuk menghalangi dirinya maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.Yenny Wahid mengatakan bahwa yang digugat Muhaimin itu adalah SK dengan nomor yang salah.

Menurutnya,pemberhentian melalui rapat pleno itu adalah pemberhentian sementara dan yang final adalah melalui MLB di Parung. Dalam waktu dekat, pihak GD akan mengajukan kasasi ke MA. Mereka yakin bahwa pemberhentian Muhaimin itu telah sesuai AD/ART PKB. Bahkan kepada media cetak Yenny juga mengatakan akan meminta perlindungan hukum dari MA karena menilai bahwa proses yang terjadi di PN Jaksel mencederai supremasi hukum.

PN Jaksel dianggapnya tidak mengambil keputusan berdasar fakta hukum dan landasan yuridis tetapi dengan pertimbangan politis. Apakah tidak sebaiknya mengadu kepada Komisi Yudisial? Kita perlu mengingat kembali gugatan Alwi Shihab terhadap Gus Dur berkaitan dengan pemecatannya seperti terhadap Muhaimin.PN Jaksel memenangkan Gus Dur, tetapi MA membatalkan putusan itu dan memenangkan Alwi Shihab.

Apakah kejadian serupa akan terjadi, artinya MA akan memenangkan Muhaimin? Majelis hakim yang dipimpin oleh Eddy Risdiyanto di PN Jaksel (pekan rjuga memenangkan gugatan Lukman Edy. Hakim menyatakan bahwa surat nomor 222/DPP-2/IV/A.1/Vl/ 2007 tanggal 8 Juni 2007 adalah tidak sah dan bertentangan dengan AD/ ART. Surat itu berisi pemberhentian Lukman Edy sebagai Sekjen DPP PKB dan pengangkatan Yenny Wahid sebagai penggantinya.

Terhadap putusan itu,Ketua Lembaga Hukum DPP PKB Ikhsan Abdullah mengatakan bahwa hakim tidak mempertimbangkan fakta adanya surat dari Menkumham tahun 2007 yang menguatkan keputusan DPP PKB itu. Ikhsan menilai bahwa hakim membuat putusan yang melampaui kewenangan Menkumham dan tidak punya kekuatan untuk membatalkan surat Menkumham itu.

Kalau keputusan PN Jaksel itu dikuatkan oleh MA, memang akan timbul banyak masalah baru, karena dalam putusan PN Jaksel tentang Lukman Edy itu dinyatakan pula bahwa segala putusan DPP PKB yang tidak ditandatangani oleh Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy adalah batal demi hukum. Sejumlah ahli hukum pun lalu bertanya,mengapa Lukman Edy dulu menerima keputusan DPP memberhentikan dirinya baru sekarang menggugat.

Mungkin selama ini Lukman Edy belum melihat momentum untuk menggugat.Apakah mungkin putusan hakim agung di MA terhadap putusan PN Jaksel terhadap gugatan Muhaimin bisa berbeda dengan putusan terhadap gugatan Lukman Edy? Sekitar pertengahan Juli sudah bisa kita ketahui putusan MA,apakah pemberhentian sementara terhadap Muhaimin Iskandar itu bertentangan dengan AD/ART atau tidak.Kalau sah, maka DPP PKB yang diakui oleh Depkumham dan KPU adalah DPP PKB produk MLB Parung.

Tetapi kalau pemberhentian itu dinyatakan tidak sah, DPP PKB produk MLB Parung adalah tidak sah. Demikian juga dengan DPP PKB produk MLB Ancol. Yang sah di mata Depkumham dan KPU adalah DPP PKB produk Muktamar Semarang.Timbul pertanyaan lagi, siapa Sekjen DPP PKB yang diakui? Apakah Lukman Edy atau Yenny Wahid? Kalau MA membatalkan putusan PN Jaksel yang memenangkan Lukman Edy, maka Sekjen yang diakui Depkumham dan KPU adalah tetap Yenny Wahid.

Kalau MA menguatkan putusan (PN Jaksel) itu, maka sekjen yang harus diakui oleh Depkumham dan KPU adalah Lukman Edy. Kalau Lukman Edy harus diakui kembali oleh Depkumham, bagaimana dengan status dari produk DPP PKB yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan sekretaris umum Dewan Syuro,Ketua Umum Dewan Tanfidz, dan Sekjen Yenny Wahid?

Apakah sah atau tidak? Karena dalam putusan PN Jaksel tentang Lukman Edy itu dinyatakan pula bahwa segala putusan DPP PKB yang tidak ditandatangani oleh Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy adalah batal demi hukum. Sebagai contoh, apakah pencalonan Acmady sebagai calon gubernur Jatim dari PKB itu sah atau tidak? Menurut saya yang awam hukum,pencalonan Achmady tetap sah,karena saat itu, Sekjen yang diakui oleh KPU adalah Yenny Wahid. Entah bagaimana pendapat ahli hukum.

Bagaimana sebaiknya sikap kedua kubu saat ini, pascakeputusan PN Jaksel? Tetap mereka mempertahankan sikap seperti sebelumnya dan menganggap pendapat pihaknya yang paling benar dan menunggu hasil putusan MA? Atau berdamai? Dalam situasi biasa, artinya tidak ada sesuatu yang amat penting yang harus dikejar, yang terbaik memang menunggu putusan MA.

Tetapi dalam situasi saat ini, yang harus segera konsentrasi pada penyusunan daftar caleg,sikap seperti itu tidak tepat dan merugikan PKB. Kalau putusan MA keluar medio Juli atau mungkin lebih cepat,waktu sudah tinggal sedikit untuk konsolidasi. Perlu dihitung juga waktu yang diperlukan Depkumham dan KPU untuk menyesuaikan diri dengan putusan MA.

Salah satu kemungkinan hasil putusan MA, yang menurut saya (subyektif tentunya) terbaik dan amat mungkin terjadi, ialah kembali ke hasil Muktamar Semarang yang sekarang terdaftar di Depkumham.Kalau putusan MA seperti iu, secara hukum selesai tetapi secara psikologis diperlukan waktu panjang untuk berdamai. Apakah tidak sebaiknya kedua kubu itu segera berdamai tanpa menunggu keputusan MA guna menghemat waktu yang amat berharga?

Diperlukan pengorbanan dari kedua kubu,terutama petingginya.Juga diperlukan jiwa besar, kerendahan hati,sikap negarawan dan kelenturan. Sikap benar sendiri,rasa hebat sendiri dan tinggi hati dari semua pihak harus dijauhi. Hanya dengan kesediaan berkorban dari para petinggi saja, nasib PKB, kesetiaan serta aspirasi konstituen dapat diselamatkan.Jadi hanya ada satu kata: berdamai! (*)

Salahuddin Wahid
Pengasuh Pesantren Tebuireng

sumber: www.seputar-indonesia.com


Tidak ada komentar: